Kerjasama Ekonomi Syari'ah (Materi PAI SMA Kelas XI)


1. Syirkah

Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

a.  Rukun dan Syarat Syirkah

Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
  1. Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan ta£arruf (pengelolaan harta).
  2. Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
  3. Akad atau yang disebut juga dengan istilah £igat. Adapun syarat sah akad harus berupa ta£arruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.

b. Macam-Macam Syirkah

Syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1) Syirkah ‘Inan

Syirkah ‘inān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.
Contoh syirkah ‘in±n: A dan B sarjana teknik komputer. A dan B sepakat menjalankan bisnis perakitan komputer dengan membuka pusat service dan penjualan komponen komputer. Masing-masing memberikan kontribusi modal sebesar Rp10 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.  Dalam  syirkah  jenis  ini,  modalnya  disyaratkan  harus  berupa uang. Sementara barang seperti rumah atau mobil yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal, kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh masing-masing sy±rik (mitra usaha) berdasarkan porsi modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.

2)  Syirkah ‘Abdan

Syirkah ‘abdān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal.
Contohnya: A dan B sama- sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila  memperoleh  ikan akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan  sebesar  60%  dan B sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh  berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abd±n terdiri atas beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal dan tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya berburu anjing. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra usaha).

4) Syirkah Mufawaah

Syirkah mufāwaḍah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaḍah dalam pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa syirkah ‘inān, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufāwaḍah, atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki jika berupa syirkah wujūh.
Contohnya: A adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan C. Kemudian, B dan C juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi adalah syirkah ‘abd±n, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud mu«±rabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘in±n di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujµh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah muf±wa«ah.

2. Mudarabah

Mu«±rabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak pertama menyediakan semua modal, dan pihak lainnya menjadi pengelola atau pengusaha (mu'arrib). Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Akan tetapi, apabila mengalami kerugian, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan, pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan, kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, di mana pengelola mendapatkan 60% dari keuntungan, pemilik modal mendapat 40% dari keuntungan.
Mudarabah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu mudarabah mu¯laqah dan mudarabah muqayyadah. Mudarabah mu¯laqah merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mu¯laqah, yakni usaha yang akan dijalankan dengan dibatasi oleh jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

3. Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah

a) Musaqah

Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan pada waktu akad.
Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya. Sementara di pihak lain ada petani yang memiliki banyak waktu luang namun tidak memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerja sama mus±qah, setiap pihak akan sama-sama mendapatkan manfaat.

b) Muzara’ah dan Mukhabarah

Muz±ra’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari petani. Sementara mukh±barah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap. Dalam kerja sama ini, benih tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muz±ra’ah memang sering kali diidentikkan dengan mukh±barah. Namun demikian, keduanya sebenarnya memiliki sedikit perbedaan. Muzara’ah, benihnya berasal dari petani penggarap, sedangkan mukh±barah benihnya berasal dari pemilik lahan.
Muz±ra’ah dan mukh±barah merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal ini, pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan pembagian persentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia, khususnya di kawasan pedesaan, kedua model penggarapan tanah itu sama-sama dipraktikkan oleh masyarakat petani. Landasan syariahnya terdapat dalam hadis dan ijma’ ulama.

4. Perbankan Syari'ah

Pengertian Perbankan

Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat dan disalurkan kembali dengan menggunakan sistem bunga. Hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan. Bank membantu masyarakat dalam bentuk penyimpanan maupun peminjam, baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua:

a. Bank Konvensional

Bank konvensional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha. Penghimpunan dana digunakan untuk mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.

b. Bank Islam atau Bank Syari’ah

Bank Islam atau bank syari’ah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya seperti berikut.
  1. Mudarabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase  sesuai perjanjian. Dalam sistem mudarabah, pi- hak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.
  2. Musyarakah, yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-masing pihak sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama pula.
  3. Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah tersebut dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu- waktu pemiliknya memerlukan.
  4. Qarul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
  5. Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.
Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi. Kemudian, bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya tersebut. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment