Berkaitan dengan hukuman bagi pemakan riba dalam
ayat-ayat sebelumnya, bahwa ayat ini didalam tafsir Al-Aisar (Jazairi, 2009)
menerangkan Allah Swt menyeru hamba-hamba-Nya yang mukmin seraya memerintahkan
mereka agar bertaqwa kepada-Nya yaitu dengan berbuat taat dan meninggalkan
segala larangannya, yaitu meninggalkan atau mebiarkan sisa muammalat ribawiyah
yang masih ada pada sebagian dari mereka karena orang mukmin itu memenuhi
segala seruan Allah Swt, melakukan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Kemudian
Allah mengancam orang yang menunda-nunda seruan-Nya didalam ayat berikutnya.
Kemudian didalam tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi,
2007) dan tafsir Ibnu Mas’ud (Mas'ud, 2009) bahwa ayat ini menerangkan jual
beli yang berbentuk riba namun belum sempurna akadnya (belum terjadi serah
terima) maka jual beli itu dibatalkan saat diturunkannya ayat pengharaman riba,
akan tetapi jika telah sempurna akadnya maka jual beli itu tetap sah. Hal ini
menyangkut pada tindakan riba yang harus ditinggalkan dengan keimanan yang
kuat.
Meninggalkan perbuatan riba sangat sulit untuk
dilakukan, hal ini tergambarkan pada tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2007) dari
penggalan ayat ini yaitu in kuntum mu’miin bahwa artinya jika kamu orang-orang
yang mukmin. Kalimat disitu mengandung arti klausa yang tidak memerlukan
jawaban tetapi harus dilakukan dengan kepercayaan diri, apakah mereka mukmin
atau tidak setelah mereka meninggalkan perbuatan riba itu.
Sedangkan menurut ibnu Faurak masih dalam tafsir
Al-Qurthubi (Qurthubi, 2007) bahwa ayat ini turun ketika kisah ibnu Abbas dan
Khalid dari masyarakat Tsaqif yang mereka itulah orang-orang yang tidak beriman
pada ajaran Nabi Muhammad Saw, tentu mereka berbuat riba. Intinya bahwa
meninggalkan perbuatan riba harus disertasi keimanan yang kuat dan mantap
supaya tidak terlena pada perbuatan riba itu.
Penulis:
Rijki Ramdani
Mahasiswa Ilmu Pendidikan Agama Islam
Universitas Pendidikan Indonesia
Kota Bandung
No comments:
Post a Comment